Awalnya Sekolah Tionghoa Bernama
“ Chong Hua School “
Mungkin
banyak orang yang tak tahu dan tak percaya kalau Sekolah yang saat
sekarang ini bernama Yayasan Perguruan Sultan Agung yang berlokasi di
Jalan Surabaya No. 19 Pematangsiantar itu, beberapa hari lagi tepatnya
pada tanggal 9 September 2009 ternyata telah memasuki Usia ke 103 tahun
atau 1 (satu) Abad lebih. Bahkan faktanya dengan usia 103 tahun sekolah ini
termasuk salah satu sekolah swasta yang cukup tua di Indonesia dan sekolah nomor satu tertua untuk Sumatera Utara.
Sekolah
ini berdiri seratus tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 9 September
1909, jauh sebelum kemerdekaan dan lebih kurang satu tahun sejak
Kebangkitan Nasional. Pertama sekali berdiri sekolah ini diberi nama
“ Chong Hua School “ atau disebut juga dengan nama” Zhong Hua” ataupun
“Xian Zhong“ , nama sekolah ini berbau bahasa China karena sekolah khusus ini untuk warga Tionghoa yang ada di Siantar saat itu.
Yang sangat berjasa mendirikan sekolah ini adalah Lie
Yen Liang. Chen Chun Ming, Chen Sun Tan, Cen Cong dan beberapa nama
lainnya yang merupakan tokoh tokoh masyarakat Tionghoa yang peduli
pendidikan masa itu. Awalnya ditengah keberadaan penduduk suku Tionghoa
yang tidak begitu banyak dan umumnya bermatapencaharian dibidang
perekonomian yaitu sebagai pedagang, lalu muncul ide dari tokoh
masyarakat Tionghoa tersebut untuk mendirikan sekolah khusus untuk
anak-anak masyarakat Tionghoa. Maka atas izin pemerintahan Hindia
Belanda masa itu didirikanlah sekolah “ Chong Hua
School “ dengan lokasi sekolah tempat belajar siswanya masih menyewa
sebuah rumah dan muridnya pun hanya masih beberapa orang saja. Dan
pendidikan disekolah itupun masih untuk pendidikan tingkat sekolah
rakyat (SR).
Tak
lama kemudian salah seorang pendiri Bapak Chen Sun Tan atau yang
dikenal dengan nama Tan Sun Tan menyumbangkan tanahnya seluas 4910 M2
untuk tempat didirikannya bangunan sekolah Chong Hua School tahap pertama sejarah pembangunan sekolah “Zhong Hua”.
(Sekarang lokasi YP Sultan Agung Jalan Surabaya No 19 Pematangsiantar).
Dengan berbagai upaya dan kegigihan Tan Sun Tan dan kawan kawan
termasuk bantuan dari masyarakat Tionghoa akhirnya gedung sekolah dapat
terbangun.
Menambah Bangunan Sekolah dari hasil Pasar Malam
Tahun ke tahun terus berjalan, sejalan bertambahnya penduduk suku Tionghoa, maka siswa Chong Hua
School pun semakin bertambah bahkan warga Tionghoa yang berada
dipinggiran kota Siantar banyak bersekolah ke sekolah tersebut, sehingga
pada tahun 1931 siswa sekolah itu sudah mencapai 400 orang lebih dan
otomatis ruang kelas yang ada sudah tidak mencukupi menampung
pertambahan siswa.
Untuk itu lagi-lagi Tan Sun Tan dan kawan-kawan pendiri Chong Hua School
berpikir keras untuk merencanakan pembangunan untuk menambah ruangan
kelas, dan gambar sketsa bangunan pun telah dibuat oleh Tan Sun Tan.
Namun karena dana pembangunan belum mencukupi, akhirnya Tan Sun Tan
mendapat akal, dengan meminta izin kepada pemerintah untuk mengadakan
Pasar Malam dan hasil dari pasar malam itu akan digunakan untuk
pembangunan gedung sekolah Dan memang dari hasil pasar malam yang
diadakan Tan Sun Tan dan kawan-kawan akhirnya kekuarangan dana untuk penambahan
pembangunan gedung dapat teratasi dan pembangunannya pun akhirnya dapat
terealisasi. Dan inilah tahap kedua sejarah pembangunan sekolah “Zhong Hua “.
Lima
tahun kemudian yaitu pada Tahun 1936 kembali, kembali Chen Sun Tan
alias Tan Sun Tan dan kawan kawan membuat tahap ketiga sejarah
pembangunan Sekolah “Zhong Hua” dengan membangun fasilitas gedung
tambahan lagi, dan sekaligus pada tahun itu juga Chong Hua School
membuka Jenjang pendidikan Tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Perbedaan
pandangan diantara masyarakat Tionghoa yang telah terbawa ke dalam
lingkungan sekolah masih tetap berlangsung meskipun era Penjajahan
Jepang telah berakhir dengan masuknya era kemerdekaan.. Puncak
perselisihan di lingkungan sekolah terjadi sekitar tahun 1948 sampai
dengan 1950. dan pada tahun 1948-1950 terjadi perebutan kekuasaan
Kepengurusan dilingkungan sekolah Zhong Hua. Tapi perselisihan itu tidak
berlangsung lama, sebab setahun kemudian yaitu pada tahun 1951 Kepemimpinan Chong Hua School kembali dipegang oleh pengurus terdahulu.
Delapan
tahun kemudian yaitu pada tahun 1958 terjadilah penggantian Pengurus
Yayasan Chong Hua School, dan pengurus yang terpilih antara lain : Si
Ping Sin, Huang Yi Chang, Chen Kui Chuan, Si Nan dan beberapa nama
lainnya. Namun setelah setahun pergantian kepengurusan yakni pada tahun
1959 Pemerintah mengeluarkan Peraturan bahwa sekolah yang awalnya
dibentuk berdasarkan kesukuan terutama sekolah Tionghoa termasuk Chiong
Hua School berada dibawah kekuasaan Pengawasan Tentara dan bersamaan itu
pula keluar Larangan dari pemerintah bahwa sekolah tidak boleh
mengajarkan bahasa Tionghoa. Sehingga saat itu juga Chong Hua School
berubah nama menjadi PPS (Panitia Pengawas Sekolah). Kendati telah
berganti nama dan berada dibawah pengawasan tentara tapi kendali sekolah
tetap berada dibawa pengurus yayasan.
Kondisi
dibawah pengawasan tentara terus berjalan sampai dengan terjadinya
pergolakan G 30 S PKI tahun 1965. Untuk menghindari penutupan sekolah
yang dilakukan oleh pemerintah akibat bias dari Pemberontakan G 30 S
PKI, pengurus yayasan saat itu mengutus Kepala Sekolah bernama Sie Chien
Fang agar bekerjasama dengan para pendidik dari Medan untuk mengadakan komunikasi dengan pihak Depertemen Pendidikan dan pihak Ketentaraan di Medan.
Upaya yang dilakukan Kepala sekolah Sie
Chien Fang dengan bantuan Lae Se Sing dan Siau Jin Hua yang merupakan
para pendidik di Medan, akhirnya membuahkan hasil dan Komandan
Ketenteraan resmi menjadi Pelindung dan Penasehat Sekolah, sehingga
sekolah pun terlepas dari kesulitan. Lalu sejak saat itu sekolah kembali
berubah nama dari PPS (Panitia Pengawas Sekolah ) menjadi PN Sehati
(Perguruan Nasional Sehati) atau saat itu disebut dengan Sekolah Sehati.
Dan Sejak saat itu sebutan nama PN Sehati cukup terkenal dan melekat
dihati masyarakat, bahkan sampai saat sekarang ini masih banyak orang
terutama dari kalangan orang tua yang menyebut Sultan Agung dengan PN Sehati.
Untuk
lebih menguatkan eksistensi PN Sehati, setahun kemudian yakni pada
tahun 1966, atas perundingan bersama, pengurus yayasan mengundang
beberapa tokoh muda etnis Tionghoa untuk berpartisipasi dalam mengurusi
sekolah. Tokoh pemuda yang diundang diantaranya Yao Yong Cien, Se Chi
Kuang, Lie Zhi He, Lie Jin Lin, Chang Muli, Cen Se Phei, Si Fu Ceng, Mo
Ping Sin, Si Te Ming dan beberapa nama lainnya. Kelompok tokoh muda ini
yang disebut masa itu sebagai “Panitia Penolong”.
Dua
tahun berikutnya pada tahun 1968 muncul lagi peraturan baru dibidang
pendidikan, pemerintah mengeluarkan izin bagi yang tidak berwarganegara
untuk menyelenggarakan “Sekolah Untuk Suku Khusus”, dan dibawah pimpinan
Ye Jin Cong PN Sehati berubah fungsi sebagai “Sekolah yang mengatasi
kesulitan suku khusus”. Saat itu para pendidiknya
adalah guru-guru nomor satu dari Sumatera Utara yang didatangkan dari
Sekolah Nan An Medan, bahkan ada tamatan dari Universitas Thai Ta Taiwan dan Universitas dari Hongkong.
Untuk mengoptimalkan manajemen kepengurusan sekolah dan sekaligus usaha kaderisasi kepengurusan sekolah, pada
tahun 1972 terjadi perubahan struktur internal di PN Sehati, dimana
Yayasan memutuskan mengangkat Wu Tien Yu (Paul Wu) menjadi Direktur
Pelaksana (Kepsek) PN Sehati.
Selanjutnya
pada tahun 1975 kembali menjadi kembali sekolah mengalami krisis,
karena pemerintah mengumumkan peraturan baru bahwa semua sekolah
Tionghoa harus diubah menjadi sekolah Nasional dan dilarang mengajarkan
Bahasa Tionghoa. Masih menurut peraturan itu, siswapun harus
berkewarganegaraan Indonesia, dan jumlah siswa pribumi dan nonpribumi haruslah sama, Inilah yang disebut dengan masa pembauran.
Untuk mempertahankan PN Sehati yang merupakan harta peninggalan leluhur “Chong Hua School” dimana saat itu berada dalam
kondisi krisis pasca keluarnya peraturan pemerintah yang mengharuskan
merubah status sekolah menjadi sekolah nasional, maka atas masukan Ye
Jin Song dimintakan supaya Ibrahim Asikin
(ShieChien Fang) yang sudah menjadi pengusaha berkenan kembali ke dunia
pendidikan untuk mengurus sekolah dengan jabatan sebagai pengurus
harian, karena Ibrahim Asikin dinilai memenuhi persyaratan sebagaimana
yang disyaratkan pemerintah masa itu.
Memang
akhirnya PN Sehati dapat diselamatkan dari krisis dan pengambilalihan
pemerintah dengan terbentuknya Pengurus Yayasan Baru pada tahun 1977 dan
PN Sehati berubah nama menjadi Perguruan Sultan Agung, karena memang
saat itu disyaratkan pemerintah nama sekolah swasta diambil dari nama
pahlawan. Adapun para pengurus yayasan antara lain Julius (Yu Chu Fa),
Muchsin Hasan (Mok Ping Sin), Yap Li Wen, Witarmin ( Shi De Ming), Cai
Jin Yen, Ibrahim Asikin (Shie Chien Fang), Cang Ta Wen, Cang Da Weng,
dan yang menjabat Ketua Yayasan adalah Ye Jing Cong, Lie Hong Cao. Saat
itu Ibrahim Asikin yang juga menjabat sebagai Pengurus Harian,
disebabkan kesibukan aktivitas bisnis dan keluarga akhirnya menyerahkan
jabatan pengurus harian kepada Muchsin Hasan.
Era Baru sebagai Sekolah Nasional
Sejak
pergantian Kepengurusan yayasan, dan berubah menjadi sekolah nasional
dengan bergantian nama menjadi Perguruan Sultan Agung, sekolah ini
memasuki era baru, melalui usaha peningkatan kegiatan proses belajar
mengajar, peningkatan kegiatan ekstra kurikuler, dan peningkatan
kegiatan lainnya sehingga, sehingga hal itu secara signifkan
meningkatkan nama baik Perguruan Sultan Agung. Selain itu Sekolah juga
semakin berkembang dengan memiliki jenjang pendidikan dari Taman
Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Menengah Atas (SMA).
Lalu pada tahun 1981, Yayasan Sultan Agung dipimpin oleh Muchsin Hasan dan
disaat itu Pengurus merumuskan strategi pengembangan sekolah melalui
peningkatan dalam rangka meningkatkan kegiatan proses belaja mengajar
dengan meningkatkan fasilitas seperti ruang belajar, ruang administrasi,
perpustakaan, laboratorium, dan memulai memperkenalkan computer kepada
anak didik, serta peningkatan kegiatan ekstra kurikuler seperti
drumband, bola basket, bola volley, tari-tarian, seni rupa, seni lukis
dan seni suara.
Sekolah Swasta yang Berkualitas
Peningkatan demi peningkatan terus terjadi dan Sultan Agung semakin eksis sebagai sekolah nasional. kemajuan
yang signifikan terjadi mulai tahun 2000 sejak Yayasan Perguruan Sultan
Agung diketuai oleh Hasan Wijaya (A Ken). Pada Tahun itu juga Perguruan
Sultan Agung menambah jenjang pendidikan dengan membuka Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi (STIE). Dengan berdirinya STIE Sultan Agung otomatis
fasilitas pun harus bertambah dan itu terealisasi dengan penambahan 10
ruangan kelas, ruang laboratorium Computer, Laboratorium IPA dan
Laboratorium Bahasa. STIE Sultan Agung sekarang ini memiliki beberapa
beberapa jurusan yang antara lain Jurusan Manajemen S1, Jurusan Akutansi
D3, dan Manajemen Pemasaran D3 yang ketiga jurusan tersebut telah
berstatus Terakreditasi. Dan pada tahun 2008 lalu STIE menambah Jurusan
Akutansi S1 yang saat ini statusnya masih dalam proses evaluasi.
Sejak
dibawah kepemimpinan Hasan Wijaya terjadi penambahan Komputer yang
sebelum tahun 2000 hanya memiliki 20 buah komputer saat ini Perguruan
Sultan agung telah memiliki 300 buah computer. Selain itu berbagai
penambahan fasilitas terus berlangsung seperti pengadaan genset dengan
kekuatan besar untuk mengatasi kekuarangan listrik, memperabaharui
perpustakaan, penambahan area bermain untuk Taman Kanak-Kanak, serta
pengadaan fasilitas transport dengan membeli Bus baru untuk keperluan
siswa dan sebuah mobil kijang untuk keperluan guru dan pegawai.
Selain
peningkatan dibidang pendidikan sekolah juga memberikan perhatian
ekstra terhadap kemajuan dibidang olah raga, sejak tahun 2001 Sultan
Agung secara rutin mnggelar Kejuaraan Bola Basket Sultan Agung Cup yang
amerupakan even kejuaraan antar sekolah se Sumatera Utara. Dan 4 tahun
terakhir Perguruan Sulta Agung merupakan Juara bertahan, selain itu
Sultan Agung juga mengukir prestasi pada tahun 2008 sebagai Juara II di
kejuaraan Bola Basket antar sekolah se Sumatera Utara dan Juara II
Kejuaraan antar pelajar Piala Yamaha yang berlangsung di Medan.
Disamping
Bola Basket sekolah juga mengadakan Pelatihan Tae Kwan Do dan Drum
Band, dan untuk Kegiatan Drum Band, Sultan Agung masih diakui sebagai
Drumband terbaik di daerah ini, dan pada HUT Kodam Bukit Barisan yang
adi pusatkan di Kota Pematangsiantar Atraksi Drumband Sultan Agung lah
dimintakan tampil memeriahkan acara tersebut.
Prestasi yang sangat spektakuler yang diraih oleh Perguruan Sultan Agung adalah tampilnya para penari pelajar Yayasan Perguruan Sultan Agung pada
tanggal 17 Agustus 2008 di Istana Merdeka Jakarta dalam Acara resmi
Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke 63. Itu adalah penampilan kedua penari
Perguruan Sultan Agung di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudoyono di
tahun 2008 setelah acara Pesta Danau Toba bulan Juni 2008. Sejak itu
penari Sultan Agung kerap diundang tampil dalam even dan acara besar seperti pada HUT Kodam Bukit Barisan yang diadakan di Pematangsiantar 2009.
Sebagai
sekolah nasional yang saat ini menjadi salah satu sekolah swasta
favorit di Pematangsiantar, di usianya yang ke 100 tahun atau satu Abad
Sultan Agung seakan tak henti berbenah menuju kemajuan di bidang
pendidikan. Ini merupakan kerja keras Pengurus Yayasan dan segenap
pelaku pendidikan yang mengabdi di Sultan agung. Di bawah komando Hasan
Wijaya selaku Ketua Yayasan, Perguruan sultan Agung saat ini memiliki
anak didik di tingkat TK sebanyak 350 orang, SD 1020 orang, SMP 650
orang, SMU 820 orang serta STIE sebanyak 600 orang. Bahkan untuk tingkat
kelulusan beberapa tahun terkhir Perguruan Sultan Agung merupakan
memiliki persentasi tingkat kelulusan tertinggi, dan pada tahun 2009 ini
tinggkat kelulusannya mencapai 100 persen.
Kini
Perguruan Sultan Agung telah memperlihatkan jati diri sebagai sekolah
nasional, terbukti bahwa yang mengecam pendidikan disekolah tersebut
tidak lagi didominasi oleh suku etnis Tionghoa, persentasi siswa yang
besekolah di Perguruan Sultan Agung terdiri dari
35 persen yang beragama Islam, 35 persen yang beragama Kristen dan 30
persen yang beragama Budha. Sementara persentase untuk kategori kalangan
pribumi sebesar 65 persen dan non pribumi hanya sebesar 35 persen.
Berarti
memang saat ini wajah Perguruaan Sultan Agung benar-benar sekolah
nasional yang mengutamakan kualitas pendidikan, meskipun tak bisa kita
pungkiri bahwa perjalan sejarah telah mencatat bahwa Sultan Agung
merupakan titisan leluhur sejak 100 tahun yang lalu dari kalangan tokoh
etnis Tionghoa yang sesungguhnya peduli dengan pendidikan. Selamat Ulang Tahun Ke 100 YP Sultan Agung. (Habis)
Catatan :
Tulisan dikutip dari :
Catatan Sejarah Sultan Agung Dalam Aksara Mandarin yang telah di terjemahkan ke Bahasa IndonesiaReferensi : http://ali-dolisimbolon.blogspot.com
nice
BalasHapusada kontak email YP SUltan Agung yang aktif gak?
BalasHapusIstilah pribumi tidak selayaknya lagi di pakai. Kita semua adalah pribadi /pribudi Nusantara dengan keaneka ragaman suku dan etnis
BalasHapus